Pernahkah kamu mendengar tentang Foster Huntington? Untuk kamu yang belum pernah, Foster Huntington adalah seorang traveler yang hidup di (dan mengembara dengan) sebuah van. Ketika dirinya keluar dari pekerjaan sebagai desainer Ralph Lauren di tahun 2011, Foster awalnya hanya memiliki rencana membeli sebuah van dan meninggalkan New York setelah itu. Dengan melakukan perjalanan keliling Amerika, menerbitkan buku Home is Where You Park It dan mempopulerkan tagar #vanlife di Twitter, Foster seolah-olah ingin menunjukkan bahwa keluar dari zona nyaman bisa menjadi petualangan yang sangat indah. Namun, pada tahun 2014, ia merasa perlu berhenti sejenak. Ia perlu menempati sebuah rumah. Atau mungkin membangun rumah baru. Pria yang juga merupakan fotografer dan blogger ini akhirnya memutuskan untuk membangun rumah di Washington, dekat dengan perbatasan Oregon. Tapi tentunya rumah ini adalah rumah yang istimewa juga dekat dengan alam, yaitu sebuah rumah pohon. Terletak di Skamania, Washington, The Cinder Cone treehouse adalah tempat yang sekarang disebut rumah oleh Huntington, setelah beberapa tahun berkelana dan mendokumentasikan pengembaraannya yang menyenangkan ketika keliling Amerika Serikat. (Cinder Cone adalah bukit berbentuk kerucut, terdiri dari fragmen volkanik urai). "Saya telah traveling selama 3 tahun terakhir dan sekarang saya ingin membangun sebuah tempat tinggal. Saya sangat suka tinggal di tempat beruangan kecil seperti di dalam van saya, dan maka dari itu rumah pohon ini sudah seperti sebuah "evolusi" dari van saya itu," kata Huntington saat diwawancari oleh Mpora tahun 2014 lalu. Dalam membangun rumah pohon ini, Huntington dibantu oleh teman-temannya, ibunya dan kekasih ibunya. Teman kuliahnya, Tucker Gorman, membantunya dalam mengawasi pembangunan kedua space seluas sekitar 70 meter persegi tersebut. Keduanya dibangun di pohon Douglas Fir dan terhubung oleh sebuah jembatan kecil. Yang satu adalah tempat untuk Huntington tinggal dan yang satu lagi dijadikan guesthouse. Di sini, terdapat bak mandi air hangat, dan kerennya, dibangun juga skatebowl yang dibuat dengan beton bertulang. Huntington menjelaskan alasannya memilih untuk tinggal di rumah pohon, bukannya di perkotaan: "Saya merasa bahwa tinggal di sebuah tempat di mana kita benar-benar "merasa hidup" itu penting. Dan di era perkembangan internet seperti sekarang, kita bisa mengerjakan banyak hal dari rumah" "Kebanyakan orang berpikir bahwa di zaman seperti ini, kita harus pindah dan tinggal di perkotaan, namun sebenarnya tidak harus. Saya punya Wi-Fi di sini dan juga akses internet 4G. Dan itu sajalah yang saya butuhkan untuk mencari nafkah, dan dengan begitu saya sebenarnya bisa hidup dimana pun, baik itu di sini ataupun di Manhattan, namun hidup di sini lebih murah." Membangun rumah ini tidaklah murah, Huntington memperkirakan bahwa ia telah menghabiskan sekitar USD $170,000 (jika 1 dolar = 13 ribu rupiah, maka totalnya sekitar 2 milyar) untuk mewujudkan impian masa kecilnya ini.
Namun, ia juga menerangkan bahwa kita malah tidak akan bisa membeli banyak hal dengan jumlah uang sebesar itu di Manhattan (bahkan tidak tempat parkir sekali pun). Dibangun dengan penuh cinta dan dengan bantuan keluarga serta teman, rumah baru Huntington akan menjadi latar belakang yang indah dimana akan dimulainya kenangan dari kehidupan baru yang tak terlupakan. Baca juga: Kehidupan 63 Hari Tanpa Malam & 40 Hari Tanpa Matahari di Murmansk Sumber: www.treehugger.com media.iyaa.com glosarid.com
0 Comments
Your comment will be posted after it is approved.
Leave a Reply. |
Author
" Traveling – it leaves you speechless, then turns you into a storyteller. " Ibn Battuta Archives
June 2020
Categories
All
|